Monday, January 5, 2015

Pengusaha SPBU minta pemerintah perjuangkan asas resiprokal

Merdeka.com - Pemerintah telah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Premium sebesar Rp 900 per liter menjadi Rp 7.600 per liter. Rupanya harga tersebut merupakan harga asli Premium sehingga, pemerintah tidak lagi mensubsidi harga BBM jenis RON 88 tersebut.
Dengan begitu, pemerintah melepaskan harga Premium ke pasaran. Hal tersebut merisaukan para pengusaha Stasiun Bahan Bakar Umum (SPBU) lantaran dinilai membuka keran SPBU asing menjamur di dalam negeri.
"Itu konsekuensi. Ini yang agak merisaukan. Tetapi kita belum tau nih. Ini jadi bahan diskusi pengusaha SPBU. Kita bakal mengambil sikap dari analisa mendalam," ujar Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi kepada merdeka.com di Jakarta, Kamis (1/1).
Menurut dia, pemerintah harus mengeluarkan aturan untuk menjaga SPBU dalam negeri karena menjamurnya SPBU asing dengan adanya penerapan kebijakan tersebut. Eri menegaskan kondisi saat ini sangat tidak adil untuk pengusaha SPBU lokal.
"Kami sudah mengingatkan pemerintah dan BPH Migas. Tidak mungkin pengusaha nasional dipertarungkan secara tidak seimbang dengan perusahaan multinasional yang sangat besar. Dengan kondisi yang tidak fair. Contohnya, Pertamina kan diwajibkan untuk beban sosial di seluruh nasional dan pelosok negeri, tetapi SPBU asing tidak ada kewajiban tersebut," kata dia.
Eri menambahkan seharusnya pemerintah membuat aturan yang adil untuk pengusaha dan Pertamina. Aturan tersebut seperti pembangunan kilang untuk SPBU asing apabila investasi di Indonesia.
"Harus ada pembangunan infrastruktur dari SPBU asing seperti bangun kilang. Dan ada resiprokal seperti Pertamina buat SPBU di luar negeri diperbolehkan. Kita bangun di luar negeri itu sangat dipersulit," pungkas dia.
Sebelumnya, pemerintah secara resmi menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium mulai 1 Januari 2015. Nantinya, harga Premium akan bergejolak mengikuti harga pasar atau keekonomian seperti harga Pertamax.
Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman mengatakan kemungkinan besar harga Premium akan kembali naik lantaran mengikuti tren harga minyak dunia yang juga diperkirakan mengalami peningkatan di pertengahan 2015 mendatang. "Dengan begitu harga Premium bisa naik jadi sekitar Rp 9.000 per liter, Solar juga begitu meski ada subsidi solar Rp 1.000 per liter," ujarnya di Kantor Kemenko, Jakarta.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan dengan kebijakan baru itu, otomatis pemerintah punya rutinitas mengumumkan harga patokan dasar BBM saban awal bulan. Ini juga terjadi ketika Malaysia mencabut subsidi BBM pada 1 Desember lalu.
Pemerintah Malaysia menyadari, dengan sistem harga itu maka harga pada bulan berikutnya ditentukan dari harga rata-rata bulan sebelumnya. Hal ini pula yang akan dilakukan pemerintah.
"Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM akan mengeluarkan harga dasar BBM. Ini dilakukan setiap awal bulan," ujarnya di Kantor Kemenko, Jakarta.
Menurut dia, harga dasar merupakan satu dari beberapa komponen untuk menentukan harga jual BBM ke konsumen. Selain harga dasar, ada pula pajak-pajak dan biaya distribusi.
Untuk harga Premium, formulanya adalah harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ditambah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), ditambah margin usaha.
Sementara Solar, formulanya adalah harga dasar ditambah PPN, ditambah PBBKB, dikurangi subsidi Rp 1.000 per liter. "Walau tanpa subsidi, pemerintah tetap menetapkan harga BBM. Jadi tidak melanggar putusan MK," jelas dia.

Sumber : http://www.merdeka.com/uang/pengusaha-spbu-minta-pemerintah-perjuangkan-asas-resiprokal.html

No comments:

Post a Comment